Halaman

Sabtu, 23 Juni 2012

MENYOAL HAK-HAK PELAYANAN PUBLIK DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT


Oleh Saiful Deni


Di era globalisasi dan informasi, kini ditandai oleh perkembangan dinamika masyarakat yang begitu cepat dan didorong oleh akulturasi budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang menyeruak ke berbagai sektor kehidupan. Hal tersebut mengakibatkan warga bangsa dan negara berubah orientasi dalam kehidupan sehari-hari, bahkan sampai pada penyelenggara negara dengan menerapkan cara bersaing survival of the all, atau mempertahankan  hidup dari semua persoalan yang dihadapi negara maupun warga bangsa dalam penyelenggaraan negara. Fenomena ini muncul sebagai paradigma yang berorientasi pada materialisme. Dengan kata lain, seseorang itu bisa hidup dengan layak dan dapat memenuhi hak-hak dasar jika menganut faham ideologi kapitalisme karena menjanjikan sebuah kehidupan yang layak. 

KEPEMIMPINAN, KEMANDIRIAN DAN PEMANFAATAN PELUANG DALAM PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH DI ERA OTODA


Oleh Saiful Deni

Kebijakan atas munculnya persoalan otonomi daerah memiliki banyak alasan dan signifikan, antara tuntutan masyarakat di sisi lain, dengan  potensi sumber daya manusia (human resource), serta kekayaan daerah sebagai variable independen dalam menentukan sebuah prasyarat untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dalam persoalan pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi, maupun pemerataan pembangunan sebagai kevalidan dalam memutuskan apakah sebuah daerah bisa dikategorikan sebagai daerah yang sudah memenuhi persyaratan kebijakan  otonomi daerah atau belum.

Dasar pemikiran ini memberikan inspirasi bagi penulis dalam menggagas ide-ide yang menentukan, apakah eksistensi dari sebuah otonomi daerah yang harus dimiliki oleh daerah seharusnya diputuskan karena adanya  kepentingan politik atau kebutuhan yang seharusnya diberikan kepada daerah karena benar-benar memiliki kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang handal.  Bahkan di sisi lain, eksistensi otonomi daerah itu memiliki karakteristik tersendiri yakni dengan melihat sejarah secara diakronis yang dinahkodai oleh rezim otoriter Orde Baru dalam kepemimpinannya menjadi sesuatu yang sakral-sentralistik. Paradigma tersebut  perlu dirubah ke sebuah kepemimpinan yang lebih demokratis dan selalu melibatkan kepentingan orang banyak.

PILKADAL DAN AKUNTABILITAS BIROKRASI DI INDONESIA


Oleh Saiful Deni

Pilkadal yang dilaksanakan di setiap daerah merupakan perwujudan dari demokrasi langsung terhadap jaminan kedaulatan rakyat, yang dapat memilih pimpinan masa depan daerah.  Dengan selalu berpandanga bahwa Pilkadal adalah wahana masyarakat Indonesia  dalam memilih kepala daerah  untuk menyampaikan visi dan misi program kebijakan kepada masyarakat, yakni sebagai sebuah evaluasi kepala daerah dalam mengemban amanah kepemimpinan ke depan. Bahkan antara program kebijakan yang disampaikan harus  berbanding lurus dengan realisasi dilapangan dalam memenuhi kebutuhan publik, sebagaimana janji-jani politik ketika kampanye.  Karena itu sudah saatnya kita mengaudit demokrasi di Indonesia.

Kata Kunci : Pilkadal. Akuntabilitas, dan Birokrasi 

MENGAUDIT DEMOKRASI SEBUAH KEHARUSAN


Oleh Saiful Deni
 
 Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat
Dan untuk rakyat( government of the
People, by the people, for the people.
( Abraham Lincoln, 1863).     

Mengapa memlilih demokrasi karena
dalam  sistem ini rakyat bisa menentukan
nasibnya sendiri ( M. Hatta).

                                                                                  


BIROKRASI KEKUASAAN VERSUS BIROKRASI PELAYANAN


Oleh Saiful Deni

 
SECARA diakronis wajah  birokrasi pemerinatah di Indonesia, yang dimulai dari masa kekuasaan Orde Baru sampai Era Reformasi.  memiliki kualitas birokrasi dan kondisi yang tidak berubah artinya lembaga birokrasi masih dijadikan sebagai sasaran empuk para elit politik maupun birokrat dalam melanggengkan kekuasaannya. Kekuasaan tersebut adalah dalam hal proses penyelenggaraan pelayanan publik menjadi sesuatu yang menakutkan bagi warga bangsa ketika masuk berurusan dengan birokrasi.  Hal ini ditandai dengan pelbagai prosedure dan syarat yang menyulitkan, tidak ada tranparansi, tidak memudahkan bagi masyarakat  dari apa yang dibutuhkannya, misalnya mengurusi KTP, Akte Kelahiran, dan surat-surat perijinan lainnya menjadi sesuatu yang sacral-sentralistik.

WAKIL RAKYAT MELAWAN KORUPSI, MAMPUKAH?


Oleh Saiful Deni

Judul tersebut di atas bukanlah sesuatu yang baru dalam diskursus politik dan pemerintahan lokal dewasa ini. Menjadikan wakil rakyat sebagai Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat ditempatkan sebagai salah satu aktor yang diharapkan berbuat banyak dalam prevensi atau pencegahan praktek korupsi.

Mungkin saja publik menilai bahwa tulisan ini tidak menemukan titik simpul karena wakil wakyat juga dianggap sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang dianggap belum mampu menunjukkan kinerja pengawasan dengan baik. Penulis juga tidak berasumsi bahwa wakil rakyat kita tidak memiliki komitmen politik, atau sejenisnya. Hanya ada satu pertanyaan awal, dapatkah wakil rakyat kita berbuat untuk kepentingan rakyat, menyelamatkan uang negara, mengawasi belanja uang negara untuk kepentingan publik. Dengan kata lain, tulisan ini sah secara delibratif, karena konteks demokrasi prosedural memberikan peluang para konstituen untuk menuntut wakil rakyatnya bekerja sepenuh waktu, mengekatkan ikat pinggang, sambil menjaga kredibilitas kelembagaannya.