Oleh Saiful Deni
Public servants do not deliver
customer service; they deliver democracy (Para birokrat tidak bekerja untuk
melayani pelanggan, tetapi untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi
(Denhardt and
Denhardt,2007).
Pengantar
Eksistensi pemerintah secara
ideal seharusnya mensejahterakan warga negara sebagai salah satu unsur negara.
Kenapa? Karena sistem tata kelola pemerintahan yang dianut bangsa ini
mengindikasikan sesuatu yang wajib dilakukan negara demi kepentingan warga
negara (baca: UUD 1945). Dasar ideologi kita memberikan peluang yang besar
dalam pelayanan dan kesejahteraan bagi kepentingan publik. Dalam arti bahwa
landasan ideologi pelayanan publik tersebut memiliki harapan baru bagi
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, sebab era reformasi tata
pemerintahan saat ini, bagi warga negara dianggap masih banyak hal-hal yang
bukan dikehendaki oleh nilai-nilai warga, tetapi lebih berorientasi pada
kepentingan dan keuntungan birokrasi pemerintah.
Beberapa permasalahan tentang
ketidakpuasan kinerja pemerintah, keinginan dan harapan-harapannya tidak
didengar, hak-haknya dipasung, aspek dan peluang publiknya dihambat, adanya
dominasi hak rakyat, berisi keras kepada rakyat, bertindak represif dan lupa
bahwa kedaulatan ini adalah milik rakyat, bahkan pilihan untuk
kebutuhan-kebutuhan publik dan suara demokrasi yang substantif telah
ditinggalkan atau diabaikan begitu saja bagi pejabat. Padahal mereka para
pejabat publik ada, karena adanya rakyat yang memiliki hak suara sebagai
instrumen penting dalam memulai wacana pemerintah ke depan.
Secara praksis pemerintah dalam
pelayanan publik harus memperhatikan ide brilian yang digagas oleh paradigma
“the new public services” karena membawa pesan moral sebagaimana tuntutan
masyarakat kontemporer dewasa ini. Paradigma the new public service (NPS)
manakah yang diterapkan pemerintah dalam pelayanan publik? Apakah paradigma NPS
cukup handal bagi pemerintahan di Indonesia dalam mengatasi persoalan-persoalan
yang muncul dalam melayani warga negara? Atau sebaliknya keinginan warga negara
dengan harapan yang begitu banyak berakhir di kekuasaan birokrasi yang
birokratis mengandalkan hirarki, tidak efisien, tidak efektif, tidak
transparan, bahkan berujung pada praktek-praktek patrimonial yang melindungi
(memberikan hak-hak istimewa kepada seseorang) dan memihak pada afiliasi ras,
suku, etnis, partai politik dan pemerintahan yang sedang berjalan
Menuju Paradigma The New Public
Service(NPS)
Gagasan Denhardt & Denhardt
tentang Pelayanan Publik Baru(PPB) menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak
dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara
demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur dan akuntabel . Karena bagi
paradigma ini; (1) nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan kepentingan
publik adalah merupakan landasan utama dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan; (2) nilai-nilai tersebut memberi energi kepada pegawai pemerintah
atau pelayan publik dalam memberikan pelayanannya kepada publik secara lebih
adil, merata, jujur, dan bertanggungjawab.
Oleh karenanya pegawai pemerintah
atau aparat birokrat harus senantiasa melakukan rekonstruksi dan membangun
jejaring yang erat dengan masyarakat atau warganya. Pemerintah perlu mengubah
pendekatan kepada masyarakat dari suka memberi perintah dan mengajari
masyarakat menjadi mau mendengarkan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan
masyarakat, bahkan dari suka mengarahkan dan memaksa masyarakat menjadi mau
merespon dan melayani apa yang menjadi kepentingan dan harapan masyarakat
Karena dalam paradigma the new
public service dengan menggunakan teori demokrasi ini beranggapan bahwa
tugas-tugas pemerintah untuk memberdayakan rakyat dan mempertanggungjawabkan
kinerjanya kepada rakyat pula. Hal ini dimaksudkan bahwa para penyelenggara
negara harus mendengar kebutuhan dan kemauan warga negara (citizens). Pelayanan
publik yang di praktekkan dengan situasi yang kreatif, dimana warga negara dan
pejabat publik dapat bekerja sama mempertimbangkan tentang penentuan dan
implementasi dari birokrasi publik, yang berorientasi pada ”aktivitas
administrasi dan aktivitas warga negara” .
Untuk meningkatkan suatu
pelayanan publik yang demokratis,maka pilihan terhadap “the New Public
Service(NPS)” dapat menjanjikan suatu perubahan realitas dan kondisi birokrasi
pemerintahan. Aplikasi dari konsep ini agak menantang dan membutuhkan
keberanian bagi aparatur pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
karena mengorbankan waktu, tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang berlaku.
Alternatif yang ditawarkan adalah pemerintah harus mendengar suara publik dalam
berpartisipasi bagi pengelolaan tata pemerintahan. Memang tidak gampang
meninggalkan kebiasaan memerintah atau mengatur pada konsep administrasi lama,
dari pada mengarahkan, menghargai pendapat sebagaimana yang disarankan konsep
NPS.
Standar Pelayanan Publik yang
Partisipatif, Transparan dan Akuntabel.
Keberhasilan dalam penerapan
konsep standar dan kualitas pelayanan publik yang minimal memerlukan dimensi
yang mampu mempertimbangkan realitas. Ada sepuluh dimensi untuk mengukur
keberhasilan tersebut;(1) Tangable; yang menekankan pada penyediaan fasilitas,
fisik, peralatan, personil, dan komunikasi. (2) Reability; adalah kemampuan unit
pelayanan untuk menciptakan yang dijanjikan dengan tepat. (3) Responsiveness;
kemauan untuk membantu para provider untuk bertanggungjawab terhadap mutu
layanan yang diberikan. (4)Competence; tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan
dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan. (5)
Courtessy; sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan
pelanggan serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi. (6) Credibility;
sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat. (7)
Security; jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari bahaya dan
resiko. (8) Acces; terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
(9) Communication; kemaun pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan,
atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan
informasi baru kepada masyarakat. (10) Understanding the customer; melakukan
segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan . Sepuluh konsep ini
mempertegas bagaimana model manajemen penyediaan standarisasi pelayanan publik
dalam mengelola sektor-sektor publik yang lebih partisipatif, transparan, dan
akuntabel.
Suksesnya sebuah penyelengaaraan
pelayanan publik secara ideal menetapkan(1) Tujuan; para pejabat publik harus
mengetahui apa yang menjadi gagasan pokok, tujuan tersebut harus mengakar
secara mendalam dari tindakan sehari-hari dan perencanaan jangka panjang
organisasi yang bersangkutan, para penyelenggara pelayanan publik sepanjang
waktu harus mencontohi misi dan para ”street level bureaucracy” dikendalikan
untuk melakukann hal tersebut. (2) Karakter; para penyelenggara pelayanan
memiliki perasaan yang kuat tentang siapa mereka dan apa yang terpenting.
Karakter organisasi diturunkan dari kesepakatan kepercayaan yang kuat, dikomunikasikan
secara internal dan eksternal melalui aktivitas terpusat secara prinsip. Aparat
birokrat sebagai pelayanan memancarkan integritas,kepercayaan, kepedulian,
keterbukaan, dan secara krusial sebuah hasrat untuk belajar. (3) Keputusan;
organisasi yang melakukan segala sesuatu, pencapaian atas tujuan dan
mendemonstrasikan karakter melalui penggunaan aturan yang luas atas perangkat
manajemen.
Organisasi yang memiliki inovasi
di dalam sebuah era yang tidak pernah berhenti melakukan perubahan, mewujudkan
bahwa perangkat dan teknik yang mereka kerjakan bermakna dalam memiliki batas
akhir. Kerjasama kelompok merupakan elemen yang esensial . Mewujudkan standar
pelayanan publik yang partisipatif, kesamaan hak, keterbukaan dan akuntabel
sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang no 25 tahun 2009 memerlukan
pernyataan kedua pihak baik lembaga pemeringtahan maupun warga negara. Artinya
untuk dapat melaksanakan stándar pelayanan publik tersebut, para provider and
user, harus membuat kesepakatan secara demokratis atau dengan sistem (citizen
charter), yang berorientasi visi dan misi pelayanan, standar yang berlakukan
(mulai dari jadwal, lamanya pelayanan, ruang pelayanan, alur pelayanan, hak dan
kewajiban provider and user, sanksi –sanksi bagi provider and user, serta saran,
kritik, dan metode keluhan yang disampaikan user kepada provider.
Catatan Akhir
Dengan demikian dari paradigma
the new publicc service yang dipaparkan diatas, penulis berpendapat bahwa semua
ini menekankan pada partisipasi warga negara dalam merumuskan program-program
layanan publik yang berpihak pada kebutuhan warga negara, memiliki hak yang
sama, memberi ruang bagi partisipasi publik dan transparansi para penyedia
layanan dalam menghadapi warga negara, akuntabilitas sesuai dengan program,
norma dan implementasi yang dijalankan lembaga birokrasi selama ini.
Paradigma pelayanan publik minimal
yang harus diterapakan provider kepada user adalah akumulasi berbagai program
yang berorientasi pada pilihan sekaligus suara publik sebagai cerminan dari
perjuangan yang digalakkan pemerintah menuju paradigma pelayanan publik yang
mau mendengar suara warga negara sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan
setiap kebijakan pelayanan publik, termasuk didalamnya pelayanan KTP, Akte
Kelahiran, IMB, dan sejenisnya. Semoga berhasil.
Sumber Bacaan
Cheryl Simrell King, and Carmilla
Stivers. 1998. Government Is Us: Public Administration in an Anti-Government
Era, Sage Publication, London New Delhi,
Denhardt Janet V. and Denhardt,
Robert B. 2007. The New Public Service Sevice;Serving not Steering. Expanded
edition, New York: M.E.
Deni, Saiful, 2008. Reform
Administrasi Publik cet, 1 Setara Press dan SCDP Publishing, Malang.
Sutherland, Heather 1979. The
Making of A Bureaucracy Elite, Singapore; ASAA Southeast Publication Series,
Heineman Education Books.
Ole, Instrup,and Paul,
Crocall,1998. The Three Pillars of the Public Management; Secret of Sustained
success.
Zeithaml V.A A. Parasuraman, and
L.L. Berry, 1990. Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptions
and Expectations, New York: The Free Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar